Dokter Jasim al-Haditsy seorang penasihat kesehatan jantung anak di ‘Amir Sulthan Center untuk Penyakit Jantung’ Rumah Sakit Angkatan Bersenjata Riyadh, mengisahkan kepadaku, “Salah seorang rekanku yang bisa dipercaya bercerita kepadaku, bahwa suatu malam saat ia sedang bertugas di rumah sakit, ada seorang pasien yang meninggal dunia, maka ia segera memastikan akan kematian pasien tersebut, ia meletakkan stetoskop di atas dadanya hingga ia mendengarkan suara, ‘Allahu Akbar, Allahu Akbar, Asyhadu alla ilaha illallah’…
Ia berkata, “saya rasa adzan subuh. Kemudian saya bertanya kepada perawatnya, ‘Jam berapa sekarang?’ Ia menjawab, “Jam satu malam.”
Saya tahu bahwa saat ini belum tiba saatnya adzan subuh, kemudian saya kembali meletakkan stetoskop di atas dadanya dan saya kembali mendengarkan adzan tersebut selengkapnya.
Saya bertanya kepada keluarga orang ini, tentang keadaannya semasa hidup, mereka menjelaskan, ‘Ia bekerja sebagai muadzin pada sebuah masjid, biasanya ia datang ke masjid seperempat jam sebelum tiba waktunya atau kadang lebih awal lagi, ia selalu menghatamkan al-Qur’an dalam tiga hari dan sangat menjaga lisannya dari kesalahan.”
Tanggal lima belas bulan Ramadhan 1421 H., seorang jamaah shalat, pingsan di masjid saat ia mengumandangkan iqamah shalat Subuh, dengan segera tiga orang dari jamaah shalat membawanya ke Rumah Sakit Angkatan Bersenjata di Riyadh.
Orang itu sadar saat mereka masih dalam perjalanan menuju ke rumah sakit, sekonyong-konyong ia berdzikir seakan-akan tidak pernah terjadi apapun.
Sesampainya di instalasi gawat darurat, ia disambut oleh seorang pemeriksa jantung yang menceritakan kisah ini kepadaku, “Kami menemukan adanya peradangan mematikan yang parah sekali pada sebagian besar jantungnya, kondisi itu membuat kami tercengang.
Saat saya berusaha membawanya ke ruang ICU, tiba-tiba saya mendengar suara tasbih dan tahlil, dan ia membisikkan ke telinga salah seorang rekanku lalu tersenyum sambil membaca, ‘Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah’ lalu jiwanya terbang menuju keharibaan Tuhan-nya.
Rekanku yang mendengar bisikan orang tersebut tiba-tiba menangis tersedu-sedu, aku kaget atas kejadian ini dan segera menanyakan keadaannya, ia berkata, “Orang ini telah membisikkan kepadaku, “Dokter! Usahlah anda menyibukkan diri, sungguh aku akan mati, aku telah melihat surga, insya ALLAH aku akan segera ke sana, aku melihatnya sekarang, sungguh aku melihatnya.”
Saat orang ini ditanya tentang riwayat hidup (sisi kehidupan) orang yang telah meninggal ini, ia berkata, “Ia sangat menjaga dua perkara:
Pertama, ia dan muadzin selalu saling dahulu-mendahului untuk datang ke masjid, kadang muadzin mendahuluinya dan lebih sering ia yang datang terlebih dahulu.
Kedua, ia tidak dikenal kecuali sebagai pribadi yang baik, ALLAH Ta’ala telah menjaganya dari perbuatan keji dan mungkar, ia tidak pernah berbohong atau menggunjing orang lain.
ALLAH telah mencukupinya dan ALLAH telah menjaminnya. Dan sungguh kita tidak bisa memberikan rekomendasi apapun untuk siapapun di hadapan ALLAH.
Saya telah melakukan operasi penambalan pembuluh darah terhadap seorang pasien yang berada di ruang Bagian Jantung.
Sehari sebelum ia diperbolehkan untuk pulang –karena menurut perhitungan kami saat itu ia telah sembuh- ia memanggil anak-anak dan istrinya, ia mengharapkan mereka segera hadir, sesaat setelah mereka semua hadir ia berkata, “Aku akan meninggal sebentar lagi, maka maafkanlah aku.”
Kemudian ia memanggil dokter dan para perawat yang merawatnya untuk mengucapkan terima kasih kepada mereka, lalu ia berbaring di atas sisi kanannay seraya mengucapkan, ‘Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah’, ia telah menghadap Tuhan-nya.
Saya bertanya kepada anak-anaknya tentang riwayat hidup ayah mereka, mereka menjelaskan, “Ayah kami orang yang baik, kami tidak pernah melihatnya menggunjing, berbohong, berbuat keji, atau kemungkaran.”
Ketika masih duduk di bangku kuliah di Kairo Mesir, saya mengenal seseorang yang taat kepada ALLAH. Ia mengajarkan al-Qur’an, dan membimbing penghafal al-Qur’an di komplek tempat tinggalku. Selama bertahun-tahun ia tidak pernah terlambat datang mengajar pada waktunya yaitu setelah shalat Subuh hingga terbit matahari.
Suatu hari ia mengucapkan selamat tinggal kepada semua yang hadir setelah menutup pelajarannya, seakan-akan ia tidak akan mengajar kembali setelah hari itu. Hari itu juga, sebelum tiba saat Zhuhur kami mendapatkan berita tentang kematiannya pada jam sepuluh pagi.
Keesokan harinya kami mendapatkan kisah kematiannya berdasarkan cerita istrinya, “Sebagaimana biasa ia pulang ke rumah jam tujuh lebih tiga puluh menit, ia mengucapkan salam kepadaku, kemudian berkata, “Sesungguhnya saya akan mati pada jam sepuluh.” Sayapun mengiranya bercanda, lalu ia berkata, “Siapkanlah sarapan untukku.” Saya menyiapkan sarapan, lalu kami menyantapnya berdua.
Pada jam delapan tiga puluh menit ia masuk ke kamar mandi, ia mandi agak lama, kemudian ia keluar dan memakai wewangian sebagaimana yang ia lakukan ketika hendak berangkat untuk shalat Jum’at, lalu ia memakai pakaian yang paling bagus dan mulai membaca al-Qur’an.
Beberapa menit sebelum jam sepuluh ia berkata, “Saya akan mati pada jam sepuluh, maka maafkanlah aku, lupakanlah semua kesalahan dan kekhilafanku kepadamu.”
Saya sangat terkejut dan tidak bisa mengucapkan apapun, beberapa detik sebelum jam sepuluh, ia bersiap-siap untuk tidur lalu membaca, ‘Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah’, lalu ia menghadap Tuhan-nya.
Sekarang perkenankanlah saya menceritakan kepada anda tentang riwayat hidup orang ini, sungguh saya belum pernah melihatnya menggunjing orang lain, berbohong, menipu , berbicara kotor atau mungkar, sejak saya mengenalnya di komplek itu.
SUBHANALLAAH...
Sungguh, semua ini terjadi atas kehendak ALLAH, Dia-lah yang menunjukkan kepada jalan kebenaran..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar